PSGA dan DWP UIN Alauddin Gelar Seminar Nasional Pencegahan Kekerasan Seksual
Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) bekerjasama Dharma Wanita Persatuan (DWP) UIN Alauddin Makassar menggelar Seminar Nasional bertemakan “Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual: Sosialisasi Draft Peraturan Rektor Terkait Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Di Lingkup UIN Alauddin Makassar Tahun 2021″, kegiatan ini berlangsung secara daring via Zoom Cloud Meeting, Kamis (11/02/2020).
Narasumber dalam seminar tersebut diantaranya Penasihat DWP Kemenag RI Eny Yaqut Cholil sebagai keynote speaker, Ketua Sub Komisi Pendidikan Komnas Perempuan RI Prof Alimatul Qibtiyah, Pendiri Mimie Reseach Cirebon, Assosiate Rahima Jakarta, Koordinator PSGA se PTKI Dr Mahrus El- Mawa, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Sulawesi Selatan Dr dr Fitriah Zainuddin, Kepala Pusat Studi Gender dan Anak UIN Alauddin Makassar Dr Rosmini Amin, Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin Makassar Dr Rahman Syamsuddin sebagai penyelaras dan dimoderatori oleh Dr Nila Sastrawati dari Divisi Advokasi PSGA UIN Alauddin Makassar.
Sambutannya pembukanya Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Hamdan Juhannis berharap kegiatan tersebut dapat memperkaya perspektif sebagai bahan dalam penyusunan draft Peraturan Rektor terkait Panduan Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan Seksual Di Lingkup UIN Alauddin Makassar.
“Masukan-masukan dari para Narasumber yang expert dalam isu ini, tentu akan menjadi basis pertimbangan dalam penyusunan Peraturan Rektor itu nantinya” tutur Guru Besar Sosiologi UIN Alauddin tersebut.
Sementara itu, Eny Yaqut Cholil yang didapuk menjadi keynote speaker memaparkan bahwa kekerasan seksual merupakan masalah global yang masih marak terjadi dan bahkan terus berulang, baik di ruang privat, maupun di ruang publik.
Terlebih lagi, lanjut Eny, di masa pandemi yang masih terus berlangsung, kekerasan menjadi rentan terjadi akibat dari bertambahnya angka konflik, baik di dalam rumah tangga maupun masyarakat.
Mengutip data Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Komisi Nasional perempuan, tercatat kekerasan terhadap perempuan mengalami peningkatan sebesar 75% sejak pandemi covid 19 terjadi.
Data Forum Pengada Layanan (FPL) yang dihimpun dari 25 organisasi menunjukkan bahwa telah terjadi 106 kasus dalam kurun maret-mei 2020, berdasarkan sistem informasi online Kementerian PPPA periode maret-april 2020 menunjukkan jumlah kasus kekerasan pada perempuan dewasa mencapai 173 kasus, dengan rata-rata 3 kasus perhari, sementara itu data dari januari-juni 2020 terjadi 329 kasus kekerasan seksual pada perempuan dewasa, 1849 terhadap anak, baik perempuan maupun laki-laki, kasus di ranah publik ada 2521 kasus, dan 2988 kasus di ranah privat.
Eny juga mengungkapkan bahwa sekolah dan kampus menjadi ruang publik yang berpotensi menjadi lokus terjadinya kekerasan seksual, sebagaimana survey yang dirilis Koalisi Ruang Publik Aman tahun 2019 yang menempatkan sekolah dan kampus di urutan ketiga sebagai ruang publik terjadinya kekerasna seksual setelah jalanan umum dan transportasi publik.
“Pola kekerasan seksual tidak mudah diduga dan dapat menimpa siapa saja, mulai dari balita hingga orang yang berusia lanjut, dan paling banyak dialami oleh perempuan” pungkasnya.
Eny menambahkan bahwa Kekerasan berbasis gender (KBG) lebih banyak terjadi pada perempuan dan anak perempuan dari pada laki-laki dan anak laki-laki.
Itulah mengapa istilah KBG seringkali digunakan secara bersamaan dengan istilah kekerasan pada perempuan, karena konstruksi gender telah menempatkan perempuan sebagai kelas kedua dalam masyarakat.
“Relasi kuasa yang tidak setara ini mengakibatkan perempuan menjadi sangat rentan terhadap kekerasan” imbuhnya.